Setelah 6 tahun perjalanan memperjuangkan Rancangan Undang Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang menjadi pembicaraan masyarakat, akhirnya RUU tersebut resmi menjadi Undang-Undang dan di sahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada rapat paripurna tanggal 12 April 2022 di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta. Dengan adanya UU ini, tujuannya adalah memberi perlindungan kepada korban kekerasan seksual dalam segala bentuk agar para korban tidak takut untuk melapor.
Menurut UU pasal 4 ayat 1 ada 9 tindak pidana kekerasan seksual yaitu pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kotrasepsi,pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual, serta kekerasan seksual berbasis elektronik.
Dilansir dari Kompas.com (13/4/22) ada beberapa poin penting dalam UU TPKS yang baru disahkan, apa saja? Simak yuk!
- Semua pelecehan seksual baik non-fisik seperti perkataan dan tulisan termasuk kekerasan seksual dan dpat di pidana sampai 9 bulan penjara atau denda 10 juta.
- Perlindungan revenge porn atau penyebaran konten berbau pornografi di media sosial tanpa persetujuan dengan tujuan balas dendam terhadap seseorang dapat di pidana hingga 6 tahun penjara.
- Pemaksaan hubungan seksual seperti pemaksaan menggunakan alat kontrasepsi atau sterilisasi dapat di pidana sampai 9 tahun penjara dan/atau denda 200 juta.
- Pemaksaan pernikahan yang dilakukan seseorang kepada korban dan perilaku pemerkosaan dapat dijatuhi tindak pidana dengan hukuman 9 tahun penjara dan/atau denda 200 juta.
- Selain pidana penjara dan denda, pelaku kekerasan seksual juga dapat dijatuhi pidana lainnya seperti pembayaran restitusi, pengumuman identitas pelaku dan pencabutan hak asuh anak.
- Korporasi yang melakukan TPKS dijatuhi pidana denda 200 juta -2 miliar dan pidana tambahan seperti pembubaran korporasi.
- Keterangan dari saksi atau korban dan 1 bukti sudah cukup untuk mempidana pelaku kekerasan seksual.
- Korban kekerasan seksual berhak mendapat restitusi dan layanan pemulihan baik secara medis dan psikologis.
- Korban TPKS berhak mendapat pendampingan dari Lembaga penyedia layanan atau UPT PPAD untuk memberikan pendampingan dan pembuatan laporan di kepolisian.
- Tidak adanya restorative justice atau mediasi terhadap pelaku kekerasan seksual untuk menghindari penyelesaian dengan uang.
Kabar baik ini wajib kita apresiasi, jangan lupa share ya!